Penulis Syahrul Mubarak
Pertumbuhan
industri dan peningkatan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan kebutuhan
energi dan peningkatan pencemaran air. Energi bagi manusia sebagai kebutuhan
pokok dalam kehidupan di era modern ini dan peningkatan pencemaran air
menimbulkan berbagai masalah seperti krisis air bersih, timbulnya berbagai
penyakit dan hilangnya biota air. Salah satu faktor yang menimbulkan pencemaran
air adalah eceng gondok. Eceng gondok adalah tanaman gulma yang hidup di air. Eceng
gondok mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, cepat berkembang biak, dan
mampu bersaing dengan kuat, sehingga dalam waktu singkat akan melimpah dan
memenuhi perairan. Eceng gondok yang memenuhi perairan dapat menghambat suplai
oksigen ke dasar dan menghalangi penetrasi cahaya matahari yang sangat diperlukan bagi
kehidupan.
Usaha
untuk membasmi dan menekan pertumbuhan eceng gondok telah dilakukan serta menelan
biaya yang cukup tinggi tetapi belum dapat memberikan hasil yang memuaskan. Pengendalian
sekaligus pemanfaatan gulma air telah dilakukan dengan menjadikan eceng gondok
sebagai bioetanol atau energi alternatif. Bioetanol adalah salah satu energi
alternatif yang terbuat dari makhluk
hidup seperti tanaman, kotoran hewan, bangkai hewan, dan lain-lain. Bioetanol
dapat digunakan untuk pengganti bahan bakar fosil untuk kendaraan. Kelebihan
dari bioetanol tersebut adalah lebih ramah lingkungan dan mudah cara
pembuatannya.
Sumber Youtube |
Kebutuhan
masyarakat terhadap bahan bakar cukup tinggi sedangkan bahan bakar fossil
merupakan energi tak terbarukan dalam artian tidak dapat diperbarui. Oleh
karena dibutuhkan energi alternatif pengganti bahan bakar fossil dengan cara
pemanfaatan eceng gondok sebagai bioetanol
sehingga mengurangi penggunaan bahan bakar fosil
dan menggantinya dengan energi alternatif serta pemanfaatan eceng gondok dapat
mengurangi pencemaran air.
Deskripsi
Eceng Gondok
Eceng
gondok (Eichornia crasipes) merupakan mikrophyta akuatik yang mampu menyerap
senyawa-senyawa kimia dalam perairan. Dinyatakan dari berat kering 2.9
ton/ha/th, eceng gondok mampu menyerap fosfor (ortofosfat) sebesar 157 kg dan
nitrogen (Nitrat-NH3) sebanyak 693 kg (Mitchell, 1974). Eceng gondok mampu
berkembang biak secara generatif (seksual) dan vegetatif (aseksual).
Perkembangbiakan vegetatif lebih umum dibandingkan generatif. Induk eceng
gondok memperpanjang stolonnya kemudian tumbuh anaknya diujung stolon.
Pertumbuhan
eceng gondok memerlukan cahaya yang cukup. Suhu optimum untuk pertumbuhannya
antara 27º – 30º C, sehingga di daerah tropik tumbuhan ini dapat berkembang
dengan baik. Pertumbuhan terhenti pada suhu dibawah 10º C atau diatas 40º C,
dan akan mati pada suhu dibawah 0º C atau pada 45º C dalam 48 jam (Gopal dan
Sharma, 1981).
Faktor
lain yang mempengaruhi pertumbuhannya adalah pH. Kisaran pH optimum untuk pertumbuhannya
adalah antara 6-8. Pada pH 4, tumbuhan ini menyerap lebih banyak P, dan pada pH
7 lebih banyak menyerap N dan K. Pada pH 5 eceng gondok bertambah berat
keringnya 17.4% atau 8 kali lebih besar dibandingkan pada pH 7 (5.4%). Kemudian
pada pH 5 jumlah individu eceng gondok
akan berlipat dua setelah 10 – 15 hari dengan pertambahan individu 20%/hari
dan pertambahan berat
basah 13.8%/hari atau 2sekitar 15
g berat kering/m /hari (Gopal dan Sharma, 1981).
Pertumbuhan
eceng gondok tertinggi tercapai pada umur 3-4 minggu. Pengukuran laju pertumbuhan relatif
didasarkan pada berat kering yang diukur mulai tahap bertunas sampai tahap
berbunga.
Klasifikasi
Eceng Gondok
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Suku : Pontederiaceae
Marga : Eichhornia
Spesies : Eichornia crassipes Solms (Ahmad
M.M, 2008:15).
Deskripsi Bioetanol
Bioetanol
merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan)
di samping Biodiesel. Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi
glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi dapat
menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan
bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim
disebut fuel grade ethanol (FGE). Proses pemurnian dengan prinsip dehidrasi
umumnya dilakukan dengan metode Molecular Sieve, untuk memisahkan air dari
senyawa etanol.Bahan baku bio-etanol yang dapat digunakan antara lain ubi kayu,
tebu, sagu, eceng gondok dll.
Bioetanol
dapat diproduksi dari berbagai bahan baku yaitu saccharine material, starchy
material dan lignocellulose material (Pandey, 2009). Saccharine material
dapat langsung difermentasi untuk menghasilkan etanol. Starchy material perlu
dilakukan hidrolisis terlebih dahulu sebelum difermentasi. Lignocellulose
material perlu dilakukan pretreatment untuk mendegradasi strukturnya yang
kompleks. Produksi bioetanol terdiri dari beberapa proses, yaitu pretreatment,
hidrolisis dan fermentasi.
Cara Pembuatan
Pretreatment
Ada
dua macam proses pretreatment yaitu pretreatment asam dan pemanasan. Asam yang
digunakan adalah asam sulfat 2% (v/v). Sedangkan pemanasan menggunakan
autoclave pada suhu 121ºC selama 30 menit. Proses pretreatment asam dilakukan
dengan menambahkan 420 mL asam sulfat 2% (v/v) ke dalam 25 gram tepung eceng
gondok, kemudian distirer selama 7 jam. Selanjutnya suspensi eceng gondok dinetralkan
dengan 30 mL NaOH 6 M dan ditambah 50 mL buffer asetat 0,1 M (pH 5).
Proses
pretreatment pemanasan dilakukan dengan memanaskan 25 gram
tepung
eceng gondok pada suhu 121ºC selama 30 menit. Selanjutnya ditambah 450 mL
akuades dan 50 mL buffer asetat 0,1 M (pH 5).
Hidrolisis
Proses
hidrolisis meliputi dua tahap, yaitu tahap likuifikasi dan sakarifikasi. Tahap
likuifikasi dilakukan variasi seeding ratio jamur A. niger sebagai starter.
Variasi seeding ratio sebesar 4/40 (v/v) dan 8/40 (v/v) dengan waktu inkubasi
dalam tahap likuifikasi selama dua hari. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 90 0C
selama 60 menit.Tahap sakarifikasi dengan ragi S. cerevisiae dengan waktu
inkubasi selama satu hari. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 60ºC selama 50
menit. Setelah dilakukan proses sakarifikasi, kadar glukosa diukur dengan
metode Nelson-Somogyi.
Pembuatan
starter jamur A. niger dilakukan dengan menginokulasikan A. niger dalam media
PDB (Potato Dextrose Broth) kemudian diaduk pada suhu ruang selama 24 jam.
Volume masing masing seeding ratio 4/40 (v/v) dan 8/40 (v/v) berturut-turut adalah
50 mL dan 100 mL. Starter untuk S. cerevisiae dibuat dari S. cerevisiae
yangdiinokulasikan dalam media PDB sebanyak 100 mL dan diaduk pada suhu ruang selama
8 jam.
Fermentasi
Tahap
fermentasi dilakukan selama lima hari. Substrat hasil hidrolisis disaring,
kemudian masing-masing 100 mL substrat ditambah starter Z. mobilis dan S.
cerevisiae sebanyak 20% (v/v). Starter untuk Z. mobilis dibuat dari media NB
(Nutrient Broth) yang diinokulasikan Z. mobilis dan diaduk selama selama 6 jam.
Starter untuk S. cerevisiae dibuat dari media PDB yang diinokulasikan S.
cerevisiae kemudian diaduk selama 8 jam. Cairan hasil fermentasi disampling
untuk dianalisis kadar etanol Sampling dilakukan mulai hari kedua hingga hari
kelima. Hasilny Enceng gondok memiliki
potensi untuk menghasilkan bioetanol
setelah melaui proses fermentasi oleh ragi tape yaitu S. cerevisiae dan Z. mobilis
serta waktu fermentasi. Laju
pengadukan berpengaruh terhadap perolehan etanol, dimana laju pengadukan yang
lebih rendah memberikan perolehan etanol yang lebih tinggi. Temperatur fermentasi
tidak berpengaruh terhadap perolehan etanol.
Gopal,
B. and Sharma. 1981. Water Hyacinth (Eichhornia crassipes (Malt) Solms) The
Most Troublesome Weed of The Word. Hindasia, New Delhi.
Pandey,
A. (ed). (2009). Handbook of Plant-Based Biofuels. CRC Press. USA.
Mitchell,
D.S.1974. Aquatic Vegetation and It’s Use and Control.UNESCO.Paris.
0 Response to " Pemanfaatan Bioetanol dari Eceng Gondok"
Post a Comment